404 Not Found


nginx/1.18.0 (Ubuntu)
Penolakan Masyarakat Adat terhadap Pembangunan PLTA Seko Berujung Kriminalisasi - SUARA KOMUNITAS
03/03/2017

Makassar, 2 Maret 2017– Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) melaporkan PT. Seko Power Prima (SPP) ke Polda Sulawesi Selatan. Laporan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pelanggaran UU No. 26 Tahun 2007 tentang tata ruang. Tim kuasa hukum juga mengajukan gugatan praperadilan atas kriminalisasi terhadap warga yang menolak pembangunan Pembangkit Listrk Tenaga Air (PLTA) oleh SPP.

Berdasarkan rilis yang dikirim oleh Nasrum, SH. dari Serikat Pekerja Hukum Rakyat (SPHR) Sul-Sel, awalnya PT. Seko Power Prima memperoleh surat perpanjangan izin prinsip dari Pemerintah daerah Luwu Utara sejak tahun 23 Juni 2014. Izin tersbut berakhir tanggal 23 juni 2015. Pihak perusahaan mulai melakukan aktifitas pengeboran sekitar bulan Mei 2016. Sementara itu, izin lokasi peruntukan PLTA terbit pada 09 Juni 2016.

Aktivitas survey untuk pembangunan PLTA yang dilakukan oleh PT. SPP sejak awal telah mendapat penolakan dari warga di Desa Tanamakaleang dan Desa Embonatanah. Kedua daerah tersebut merupakan wilayah adat milik komunitas adat Pohoneang dan Hoyane, Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara.

Berdasarkan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Luwu Utara, khususnya Bab III Pasal 13 ayat (2), Kec. Seko bukan wilayah yang diperuntukan bagi pembangunan PLTA. Dengan kata lain, tidak diperbolehkan adanya Pembangunan PLTA. “Atas dasar itu kami menganggap bahwa Pemda Luwu Utara dan PT. SPP telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan aktifitas diatas lokasi yang tidak sesuai peruntukannya, selain itu juga melakukan kegiatan tanpa izin dan telah melanggar hak-hak Masyarakat Hukum Adat,” papar tim kuasa hukum dalam rilisnya.

Akibat penolakan yang dilakukan masyarakat adat seko, beberapa mengalami tindakan kriminalisasi, terror bahkan intimidasi. Tindakan tersebut, menurut tim kuasa hukum, dilakukan oleh oknum-oknum yang pro-perusahaan. Oknum-oknum tersebut diduga di back-up oleh aparat Kepolisian Resort Luwu Utara.

Sampai saat ini, 13 orang warga sedang menjalani persidangan dengan dakwaan pasal 170 juncto 406 KUHP. Sementara itu, pada 28 Februari 2017, salah seorang warga Seko, Amisandi, dilimpahkan perkaranya dari Penyidik Polres Luwu Utara ke Kejaksaan Negeri Masamba. Amisandi dikenai sangkaan pasal 335 ayat 1 KUHP tentang pengancaman.

PPMAN sebagai tim kuasa hukum Amisandi mempersoalkan proses penetapan status tersangka. Pasalnya, tim kuasa hukum menilai proses penangkapan Amisandi menyalahi prosedur. “Alasan sesuai dengan KUHAP, karena Amisandi dilaporkan pihak perusahaan PT. Seko Power Prima pada tanggal 9 Januari 2017, kemudian langsung ditangkap pada hari itu juga, dan di-BAP pada tanggal 10 Januari 2017,” papar tim kuasa hukum dalam rilisnya.

Atas tindakan tersebut, tim kuasa hukum PPMAN mengajukan praperadilan terhadap Polres Luwu Utara. Proses Praperadilan tersebut akan dilangsungkan di Pengadilan Negeri Masamba. Adapun sidang praperadilan akan dimulai pada hari Jumat, 3 Maret 2017, di Pengadilan Negeri Masamba.

Pada Rabu, 2 Maret 2017, tim kuasa hukum juga telah melakukan langkah hukum dengan melaporkan Pemerintah Daerah Luwu Utara dan PT. Seko Power Prima ke Polda Sulsel. Laporan tersebut terkait dugaan Tindak Pidana Penataan Ruang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 jo. Pasal 61a dan Pasal 73 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang. Adapun bukti pelaporan ke Polda Sulsel berupa Surat Tanda Terima Laporan Polisi Nomor: STTLP/103/III/2017/SPKT.

Dengan adanya laporan ke Polda Sulsel, pihak kuasa hukum menegaskan bahwa pihak perusahaan PT. Seko Power Prima (SPP) telah melakukan perbuatan melawan hukum. Selain itu, tim PPMAN juga menuntut agar tidak ada lagi upaya kriminalisasi kepada masyarakat adat Seko yang menolak pembangunan PLTA di wilayah adatnya.

Pihak perusahaan pun harus menghentikan segala aktivitas proses pembangunan PLTA di wilayah milik masyarakat adat Seko. “Kami dari PPMAN menegaskan kembali bahwa dengan adanya Laporan Pidana ini ke Polda Sulsel, aparat kepolisian Resort Luwu Utara sudah harus melakukan penindakan hukum kepada perusahaan. Selama ini kami anggap aparat Polres Luwu tidak berada dalam posisi sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat, akan tetapi justru menjadi pelindung perusahaan,” jelas tim kuasa hukum PPMAN.

 

Sumber: Press Release PERHIMPUNAN PEMBELA MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (PPMAN).

TIM KUASA HUKUM AMISANDI:
Nursari, SH. MH,
Nasrum, SH.
Fadly, SH. MH.
Ibrahim, SH.
Abdul Azis Saleh, SH.
Adi Kusuma, SH.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

 

kartal escort pendik escort sex hikaye