404 Not Found


nginx/1.18.0 (Ubuntu)
Pentingnya Melibatkan Perempuan dan Kaum Difabel dalam Pembangunan Desa - SUARA KOMUNITAS
27/07/2017



Lombok Timur, SK – UUD 1945 ayat 2 dan 7, UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, menempatkan desa sebagai organisasi campuran (hybrid) antara masyarakat dan pemerintahan. Pemerintah dan masyarakat membentuk kesatuan (entitas) hukum atau kesatuan organik.

Desa merupakan pemerintah yang paling kecil, paling bawah, paling depan, dan paling dekat dengan masyarakat, dibanding pemerintah kabupaten/kota, provinsi maupun pusat. Jika menyebut desa berarti, bukan hanya pemerintah desa saja, tetapi juga masyarakatnya.

Untuk mewujudkan pemerintahan Jokowi-JK, bahwa untuk membangun desa itu harus dimulai dari pinggiran (desa). Melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), pemerintah pusat menggelontorkan dana yang tidak sedikit jumlahnya.

Mengingat Anggaran Dana Desa (ADD) yang tidak sedikit itu, pemerintah desa (pemdes) bersama-sama masyarakat harus bisa membawa perubahan di desanya. Terkait dengan cara mengelola keuangan, menyusun anggaran dan rencana pembangunan desa berkelanjutan.

Agar semua itu bisa terealisasi maka, pelibatan tokoh perempuan dan kaum difabel dalam menentukan arah tuju pembangunan desa sangatlah penting. Pemdes harus bisa mengakomodir hak-hak perempuan dan kaum difabel. Melibatkan mereka dalam musyawarah rencana pembangunan desa (musrenbangdes). Lewat forum musrenbangdes tersebut, mereka bisa menyuarakan apa saja hak dan kewajiban mereka sebagai masyarakat. Inilah terkadang menjadi permasalahan yang harus dipecahkan bersama.

Untuk membahas masalah itu, tim redaksi Speaker TV, mengadakan talk show dengan menghadirkan tiga orang narasumber di antaranya, dari pemerintah Desa Lenek, kemudian dari tokoh perempuan, dan juga perwakilan kaum difabel.

Acara ini dimotori oleh Hafidz (Koordinator Jurnalis Warga-NTB) sekaligus mewakili Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN). Acara berlangsung di sekertariat Speaker Kampung, Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur, NTB, pada (24/7/2017).

Kades Lenek, diwakili Kaur Umum, M.Budiman mengatakan, untuk menunjang terlaksananya pemerintahan yang bersih, adil, dan transparan, harus melibatkan tokoh perempuan baik dalam musyawarah dusun (musdus), apalagi pada forum musrenbangdes.

Budiman memaparkan, jika perempuan yang berada di desanya dianggap pilar pemersatu perbedaan. Dalam musrenbangdes, perempuan yang hadir diatas 50 orang, baik dari unsur PKK, kader Posyandu, bahkan dari unsur ibu rumah tangga.

"Mereka semua kita kasih kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya, terutama apa yang harus pemdes lakukan untuk memberdayakan mereka, begitu juga dengan kaum difabel. Kita berikan pelatihan sesuai kemampuan dan minat mereka," terang Budiman.

Sementara tokoh perempuan dari Desa Toya, Istiyawati Laeli menjelaskan, jika Pemdes Toya sendiri belum bisa fokus dalam pemberdayaan perempuan karena pemdes masih memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Meskipun begitu lanjut Laeli, Pemdes Toya sudah menjanjikan agar kedepannya pemberdayaan perempuan akan menjadi perhatian pemdes.

Laeli mengakui, sudah ada program yang dinamakan Pusat Inkubasi Bisnis Desa (PINBID). PINBID ini disamping sasaran utamanya istri para buruh migran, juga ibu-ibu rumah tangga yang ada di Desa Toya. Mereka diajarkan cara memanfaatkan potensi sumber daya alam (SDA) yang ada di desanya sendiri. Salah satu contoh kata Laeli, mereka dilatih cara membuat jajanan, kerepek dari singkong dan pisang yang bisa bernilai ekonomi, kemudian dipasarkan menjadi hasil kerajinan produk lokal.

"Usaha itu sedang dijalankan oleh kaum perempuan di desa saya. Alhamdulillah, masih berjalan hingga sekarang. Mudah-mudahan usaha itu bisa berkelanjutan dan tentu atas bimbingan dari rekan-rekan PINBID," terang Laeli, saat mengisi acara talk show Speaker TV.

Sementara itu, M.Nuh yang mewakili kaum difabel Desa Ketangga, menyampaikan banyak keluhan. Di antaranya, ketidakpedulian pemdes pada kaum difabel. Padahal menurut Nuh, mereka, sangat mengharapkan kepedulian pemdes.

Salah satu harapan mereka adalah memberikan peluang kerja kepada kaum difabel, agar mereka merasa ada semangat hidup, meskipun mereka punya keterbatasan. Karena di balik kekurangan itu, pasti ada kelebihan yang Allah berikan. Hanya saja sekarang pemerintah harus mampu mengakomodirnya, agar mereka bisa menanam kepercayaan dirinya untuk berinteraksi dengan masyarakat luas melalui program yang ada.

Dikatan Nuh, jika dulu mereka pernah diberikan pelatihan pembuatan aksesoris, namun tidak begitu lama berjalan akhirnya kandas. Karena pemdes seakan tidak mau peduli lagi dengan program yang mereka berikan. "Intinya di sini, suport dari pemdes yang mereka harapkan, disamping semangat dan kemauan yang kuat dari kaum difabel itu sendiri," terang Nuh.

Dengan adanya acara talk show Speaker TV ini, mereka berharap agar pemangku kepentingan dalam hal ini pemdes bersangkutan, harus bisa merealisasikan harapan dan impian mereka (perempuan dan kaum difabel). Tentu dengan cara melibatkan mereka dalam program desa membangun.

Setiap warga negara apapun latar belakangnya, bagaimanapun tarap prekonomiannya, dan apapun warna kulitnya punya hak yang sama. Mereka juga punya hak untuk bersuara dan disuarakan, serta hal itu sudah dilindungi undang-undang. (Fikri MS)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

 

kartal escort pendik escort sex hikaye