404 Not Found


nginx/1.18.0 (Ubuntu)
Mengenal Lebaran Adat Bayan Lombok Utara - SUARA KOMUNITAS
18/05/2021

Lombok Utara (SK),– Seperti halnya lebaran syariat secara nasional di kenal dengan Idul Fitri dan Idul Adha. Di Bayan Kabupaten Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat, memiliki tradisi lebaran adat yang hingga kini masih dijalani dan diyakini masyarakat tradisional Bayan. Lebaran di Bayan Lombok Utara juga memiliki esensi atau nilai yang sama dengan lebaran yang lazim dilaksanakn oleh umat Islam kebanyakan di negeri ini, hanya saja digelar tiga hari setelah perayaan lebaran syariat.

Sholat Idul Fitri sedang berlangsung di Mesjid Kuno Bayan

Perayaan lebaran adat “Idul Fitri” untuk setiap tahunnya, biasa ditandai dengan sholat id di Mesjid Kuno Bayan. Pada tahun ini, kegiatan keagamaan serupa kembali digelar di Mesjid Kuno Bayan oleh masyarakat adat Bayan Kabupaten Lombok Utara, Sabtu (03 Syawal 1442 H/15 Mei 2021 M)

Seperti biasa, prsosesi perayaan labaran adat Bayan diikuti sejumlah rangkaian upacara adat yang dimulai sehari sebelum digelarnya sholat Id di Mesjid Kuno Bayan. Seperti membayar zakat, kayu aik, ziarah ke makam leluhur, dan berbagai macam rangkaian acara lainnya yang kesemuanya dipusatkan di dalam Kampu (perkampungan yang disakralkan, terdiri dari sejumlah bangunan khusus yang dibatasi pagar bambu).

Tepat pukul 10.00 pagi, para jama’ah adat berbondong-bondong mendatangi Mesjid Kuno Bayan yang terletak di atas sebuah bukit untuk mengumandangkan gema takbir, tahlil dan tahmid. Dan sekitar jam 11.30 wita, sholat Idul Fitri pun mulai dilaksanakan yang diimami oleh salah seorang penghulu dari komunitas adat.

Usai sholat Idul Fitri, acara dilanjutkan dengan pembacaan khutbah yang menggunakan bahasa Arab. Konon khutbah hari raya yang dibaca setiap tahun itu disusun ratusan tahun lalu oleh seorang tokoh Bayan, al-marhum Raden Putrawali alias Raden Kinarian. “Khubah yang dibaca sudah disusun sekitar 170 tahun lalu,”kata Raden Gedarip, salah seorang tokoh adat Bayan.

Acara lebaran adat ini diakhiri dengan salam-salaman antara para tokoh dan jama’ah yang hadir, serta makan bersama yang dihidangkan oleh masyarakat adat yang dibawa dengan menggunakan ancak saji (terbuat dari bambu).

Perayaan lebaran adat Bayan tidak dirayakan secara besar-besaran, seperti halnya dengan perayaan maulid adat, yang memiliki rangkaian acara cukup banyak dan meriah. Dimana lebaran adat hanya cukup dirayakan di Masjid kuno Bayan Beleq, yang diikuti oleh seluruh kiyai, lebe mudim, kiyai santri di komunitas-komunitas adat yang ada di Kecamatan Bayan, serta beberapa rangkaian ritual yang dipusatkan di Kampu (rumah adat).

Masyarakat Bayan, meyakini bahwa semua perayaan hari besar agama, seperti maulid adat dan lebaran adat memiliki esensi yang sama dengan perayaan lebaran syariat yang dilakukan umat Islam lainnya, meski sedikit berbeda mengenai waktu dan cara pelaksanaannya.

“Lebaran adat Bayan memiliki esensi yang sama dengan perayaan lebaran syariat yang diyakini kaum muslimin kebanyakan, dan sifatnya lebih pada mengiringi lebaran secara syariat, artinya adat mengiringi agama, jadi dengan begitu maka tercipta harmonisasi antara agama dan adat,”jelas Raden Gedarip.

Dikatakannya, perayaan lebaran adat ini merupakan tradisi leluhur mereka sejak dulu, secara turun-temurun. Tentu  semua ini bukan dilaksanakan tanpa alasan, seperti mengapa dilaksanakan 3 (tuga) hari setelah lebaran syariat, yang menurut leluhur masyarakat adat Bayan disesuaikan dengan perhitungan tahun saka. Begitu pun jika dilihat dari aspek lainnya dari gelaran lebaran adat ini. Jika dalam lebaran syariat setiap manusia dianjurkan untuk saling memaafkan, maka begitu juga dengan yang ada dalam lebaran adat di Bayan. Dimana setelah melaksanakan sholat ied secara adat, para kiyai itu kemudian menggelar prosesi upacara “Rebak Jungkat”, atau dalam bahasa Indonesia nya “menjatuhkan tombak”, sebagai symbol esensial dari peringatan hari raya Idul Fitri/Idul Adha, dimana saat itulah manusia saling membuka pintu maaf dengan menghilangkan segala benci dan memafkan kesalahan orang lain yang mungkin pernah diperbuatnya kepada sesama dan begitu pun sebaliknya.

Jungkat atau tombak, dalam arti harfiahnya adalah senjata yang melambangkan kekerasan dan bersifat maskulin. Sedangkan rebak atau jatuh melambangkan hilangnya rasa atau keinginan untuk membuang rasa benci atau kemarahan kepada orang lain. Jadi jika digabungkan maka “rebah jungkat” mengandung makna spiritual upaya manusia untuk menghilangkan rasa kesombongan, kemarahan atau kebencian kepada orang lain.

Biasaanya prosesi rebah jungkat akan dilakukan oleh para kiyai dan masyarakat sesaat setelah mereka meninggalkan ruangan atau halaman masjid kuno dan kembali ke rumah mereka masing-masing. Lebaran adat Bayan, Lombok Utara merupakan salah satu khazanah tradisi unik di Nusantara yang masih dipertahankan masyarakat lokal setempat, dengan segala totalitas dan keyakinannya bahwa setiap tradisi yang dijalaninya adalah implementasi dari keyakinannya terhadap apa yang di warisi oleh leluhur mereka sebagai bagian dari konsep menjalankan agama Islam sejak ratusan tahun silam.(An*)

Tagged on:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

 

kartal escort pendik escort sex hikaye