Bisa dibayangkan, bagaimana dan seperti apa perjuangan dan pengorbanan untuk membesarkan dan memberi hidup yang layak bagi anak-anaknya tanpa adanya dukungan dari sang suami.

Tapi dia seorang ibu yang pantang menyerah dengan segala macam daya upaya dia terus berjuang untuk mendapat sesuap nasi.

Anak-anaknya terpaksa putus sekolah karna kendala ekonomi termasuk baju seragam dan perlengkapan lainnya.

Untuk terus menyambung hidup, dia berprofesi sebagai pedagang sayur keliling. Disela-sela kelelahannya bukan pujian yang ia dapati, tapi malah hinaan dan cemoohan atas nasip yang dialaminya.

Demi modal dagangannya, sehari-hari dia terpaksa harus berhutang sana-sini. Namun semangat juangnya tak tergoyahkan oleh badai kehidupan.

Impianya untuk melanjutkan seklolah anaknya kandas di tengah jalan. Bayangan ingin melihat enaknya memakai seragam sekolah tinggal mimpi.

Harapan anaknya menikmati masa indah di bangku sekolah, membaca buku di perpustakaan, mempunyai tabungan, mendapat didikan dari ibu dan bapak guru. Namun impian tersebut hanya cita-cita belaka.

Ibu ini tetap berpikir postif, bahwa semua musibah pasti ada hikmahnya. Ibu anti badai ini tegar tak tergoyahkan oleh goncangan dan cobaan hidupnya. (Istiharah)