404 Not Found


nginx/1.18.0 (Ubuntu)
Budaya Nyongkolan Pengantin - SUARA KOMUNITAS
16/09/2019

” Deklarasi Perkawinan Suku Sasak”

BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Sejak manusia lahir di dunia, dalam langkah dan tindakannya sehari-hari secara naluriah, menimbulkan kebiasaan yang kemudian dalam perkembangannya menjadi adat kebiasaan, teradat dan menjadi adat .dengan kata lain, timbulnya suatu adat adalah dari kebiasaan sehari-hari lalu menjadi tradisi yang didukung oleh falsafah yang menguntungkan dan membawa kepuasan.

Seiring dengan perkembangan zaman, adat nyongkolan ini, sudah mulai tergeser oleh nilai-nilai tidak moral yang dilakukan oleh para pemuda dan pemudi, misalnya ketika melaksanakan budaya adat nyongkolan atau tradisi nyongkolan, yang merupakan adat atau kebiasaan masyarakat suku sasak.

Adat nyongkolan merupakan tradisi khas suku sasak Lombok. Dimana pihak keluarga laki-laki berkunjung ke keluarga pihak perempuan, yang biasanya diiringi dengan berbagai macam kesenian seperti kecimol, cilokak, gendang beleq ( gendang besar ) dan lain sebagainya.

Ketika ada acara budaya adat nyongkolan berlangsung seluruh lapisan yang andil baik itu dari kalangan anak-anak, orang tua, remaja, pemuda dan masyarakat ikut berpartisipasi mengiringi kedua pengantin tersebut, guna mengantarkan kedua pengantin ke Rumah kedua mertuanya, semuanya memakai pakaian adat Lombok, yakni untuk laki- laki memakai piama atau kemeja warna hitam, ikat kepala (sapuq) sedangkan bawahnya memakai sarung adat dan menyelipkan keris baik di depan maupun dibelakang. Sedangkan untuk perempuan memakai pakaian baju kebaya atau lambung yang dirias atau dipayas secantik mungkin.

Dalam pelaksanaanya nyongkolan tidak dilakukan secara harfiah, melainkan secara bermasyarakat atau berombongan. Nyongkolan sendiri merupakan upacara mengunjungi rumah orang tua pengantin wanita oleh kedua pengantin dengan diiringi oleh keluarga, kerabat, dan kenalan dalam suasana penuh kemeriahan dan kegembiraan. Tujuannya untuk menampakkan dirinya secara resmi dihadapan orang tua dan keluarganya bahkan kepada seeluruh masyarakat sambil minta maaf serta memberi hormat kepada orang tua pengantin wanita.

Adat nyongkolan dalam pandangan agama diperbolehkan, sebagaimana hadits Nabi yang mengatakan, yang artinya “ Sebarluaskanlah pernikahan itu dimasjid, dan tabuhkanlah atasnya gendang atau rebana”.

Makna yang terkandung dalam hadits di atas adalah untuk memperkenalkan pengantin pria dan pengantin wanita tersebut kepada masyarakat, terutama pada kalangan kerabat maupun masyarakat dimana pengantin wanita tinggal, karena biasanya acara pernikahan dilaksanakan dipihak pengantin pria. Kegiatan ini bertujuan supaya dikemudian hari tidak terjadi fitnah diantara kedua pengantin pria dan pengantin wanita pada saat berpergian sampai larut malam.

Dan pandangan hukum adat, hal ini guna mengembalikan dan melestarikan adat nenek moyang sebelum generasi sekarang, dengan satu tujuannya adalah untuk mensosialisasikan kedua pengantin kepada masyarakat secara langsung, bahwa kedua orang tersebut sudah menikah (Merariq). Hingga saat ini adat nyongkolan masih tetap ditemui di bumi Lombok, hanya saja dalam acara ini, pada masa sebelum masa modern, adat nyokolan ini teratur dan di awasi langsung oleh tokoh adat, msyarakat, dan pemuda demi lancarnya aktivitas jalan yang biasa macet.

  1. RUMUSAN MASALAH

Adat nyongkolan pada masa modern ini bisa dikatakan sudah keluar dari nilai-nilai moral agama serta adat yang sudah diberlakukan. Karena melihat dari realitas dilapangan adat nyongkolan acap kali mengundang konflik, hal itu bisa terjadi dikarenakan konsep nyongkolan sudah melenceng dari adat dan agama. Pelaksanaan nyongkolan yang dahulu dengan yang sekarang sudah tidak sama lagi. Hal ini diakibatkan dengan arus perkembangan zaman yang berkembang alat musik yang digunakan adalah kecimol. Kalau sebelumnya menggunakan, Gendang Beleq, Rudat, Ale- Ale dan lain-lain.

Dengan demikian sebagian dari pemuda dan pemudi goyang- goyangan mengikuti alunan musik tersebut, karena lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu yang menggairahkan para pemuda dan pemudi goyang mengikuti musik yang dimainkan, itu semua caranya sudah keluar dari aturan- aturan adat serta keluar dari nilai- nilai moralitas agama, bahkan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan nyongkolan tersebut cenderung meninggalkan shalat wajib, tentu ini semua sudah melanggar hukum agama. Dan juga ironisnya para pemuda juga mengkonsumsi minuman keras (miras).

Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi fokus kajian dalam rumusan masalah ini adalah :

  1. Bagaimana tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan ?
  2. Bagaimana upaya yang dilakukan tokoh agama dan masyarakat untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan nilai-nilai moral pada tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan?
  1. TUJUAN PENELITIAN
  1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menelusuri faktor- faktor terjadinya penyimpangan nilai- nilai moral pada adat nyongkolan, secara rinci, penilitan ini bertujuan sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui strategi komunikasi tokoh agama dan tokoh masyarakat terhadap tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan.
  2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan tokoh agama dan tokoh masyarakat, untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan nilai-nilai moral pada tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan.
  1. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini kiranya diharapkan bisa mendatangkan manfaat baik secara akademis, teoritis, maupun secara praktis.

  1. Kegunaan teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat berguna sebagai khazanah keilmuan sehingga nantinya diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi yang valid bagi semua kalangan masyarakat tentang penyimpangan nilai- nilai moral pada adat nyongkolan di Desa Kayangan.

  1. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan nantinya dapat membantu kajian dalam pembahasan yang sama dengan penelitian ini. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat dikalangan akademis perguruan tinggi terutama dalam kajian adat nyongkolan .

 

BAB  II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian Nyongkolan

Nyongkolan merupakan salah satu adat istiadat yang menyertai rangkaian acara dalam proses perkawinan. Nyongkolan merupakan teradisi yang sangat unik karena sepasang pengantin menggunakan baju pengantin dan di arak menuju tempat orang tua pengantin wanita sambil berjalan kaki menggunakan adat yang khas, pengantin dan keluarga yang ditemani para tokoh agama, tokoh masyarakat atau pemuka adat berserta sanak saudara berjalan keliling desa. Dalam pelaksanaannya sering dijumpai, tidak dilakukan secara harfiah, tetapi biasanya dilakukan bersama rombongan masyarakat.

Kemudian dalam upacara nyokolan biasanya menggunakan gendang beleq, rebana dan lain sebagainya. Nyongkolan diartikan sebagai tradisi mayarakat sasak, juga merupakan sebuah bentuk pengumuman bahwa pasangan tersebut sudah resmi menikah, selain itu juga bagi mempelai yang melaksanakan prosesi ini sering disebut sebagai” raja sejelo”.

  1. Konsep Nyongkolan Dalam Perspektif Islam

Islam memandang tradisi nyongkolan, pada hakekatnya dihajatkan untuk menjalankan roh agama itu sendiri karena dalam kegiatan nyongkolan mengandung unsur syiar untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada kaum kerabat dan para tamu yang hadir.

Dalam ajaran Islam nyongkolan hukumnya adalah sunnah dengan berlandaskan hadist A’linunnikah wadribu alaihi bilgirbali sebarluaskanlah pernikahan itu dan tabuhkanlah Gendang atau Rebana padanya. Dan dalam kesempatan ini juga kedua mempelai di bawa menemui kedua orang tuanya, sebagai simbol untuk memohon maaf atas perbuatannya yang telah meninggalkan rumahnya untuk kawin. Tetapi perlu diingat dalam pelaksanaan nyongkolan terebut sering terjadi keonaran yang merusak nilai moral adat dan agama yang sering dilakukan oleh pemuda secara umumnya pada saat ini. Yang padahal hakekat nyongkolan itu sendiri dihajatkan oleh tokoh adat, tokoh agama, pemerintah dan masyarakat sasak yang cinta akan budayanya.

Tradisi nyongkolan jika dikaitkan dalam perspektif Islam dapat membentuk karakter positif antara lain :

  1. Munculnya karakter untuk ikhlas meminta maaf dan memaafkan, karena sebelum terjadi pernikahan kedua mempelai pergi diam-diam dari rumah orang tuanya yang terkadang membuat kedua orang tuanya kalang kabut dan kebigungan mencari kemana anak kesayangannya. Tetapi hal terebut bisa terobati dengan tradisi nyongkolan dimana sang anak meminta maaf dan bersimpuh secara langsung kepada kedua orang tuanya, untuk menunjukkan bakti dan hormat kepada kedua orang tuanya.
  1. Memper-erat tali persaudaraan dan silaturrahmi. Dimana antara keluarga kedua mempelai biasa saling kenal satu dengan yang lain sehingga dapat memupuk tali kekeluargaan yang semakin erat antara satu dengan yang lain. Asalnya dari tidak kenal menjadi kenal, jika telah saling kenal maka akan tumbuh rasa saling sayang dan rasa saling peduli antara satu dengan yang lain, karena telah merasa terikat menjadi satu keluarga besar.
  1. Kebersamaan, dengan adanya tradisi nyongkolan tersebut akan menumbuhkan perasaan saling membantu untuk menyelesaikan prosesi adat nyongkolan yang punya gawe dengan ikut mengiring kedua mempelai kerumah mempelai perempuan. Bagi yang lebih mampu juga membawa bermacam- macam usungan yang akan diserahkan kepada pihak keluarga perempuan dan akan dibagi- bagikan kepada sekalian sanak keluarga dan tamu yang hadir.
  1. Kepedulian kepada orang lain dalam hal nyongkolan dilaksanakan dengan cara tertib, teratur, dan rapi agar tidak mengganggu orang lain, lebih-lebih jika nyongkolan dilaksanakan dengan jalan kaki secara beriringan. Dengan menerapkan karakter peduli pada orang lain pada saat prosesi nyongkolan maka tidak akan terjadi konflik, kesadaran dari masyarakat saat proses Nyongkolan diadakan.

 

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam adat budaya suku sasak di Lombok, khususnya suku sasak di Kecamatan Kayangan, tradisi Nyongkolan merupakan salah satu upacara wajib dalam prosesi pernikahan. Nyongkolan adalah puncak dari tahapan ritual pernikahan adat Sasak. Nyongkolan adalah sebuah kegiatan adat yang menyertai rangkaian acara dalam prosesi perkawinan pada suku sasak di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Acara ini dilakukan dengan arak-arakan atau pawai pasangan pengantin layaknya seorang raja dan ratu menuju kediaman mempelai wanita. Seremonial ini biasanya diadakan selepas waktu sholat zuhur hingga sore hari, dengan diiringi keluarga dan kerabat mempelai pria, memakai baju adat, serta rombongan musik yang bisa gamelan atau kelompok penabuh rebana, atau disertai Gendang beleq pada kalangan bangsawan. Dalam pelaksanaannya, karena faktor jarak, maka prosesi ini tidak dilakukan secara harfiah, tetapi biasanya rombongan mulai berjalan dari jarak 1-0,5 km dari rumah mempelai wanita.

Rombongan terdiri dari keluarga dan kerabat mempelai pria. Jika jarak antara rumah pengantin laki-laki masih cukup dekat, titik awal akan dimulai dari kediaman mempelai pria. Namun jika jaraknya jauh, rombongan akan diangkut menggunakan kendaraan dan memulai iring-iringan rombongan dari perbatasan desa mempelai wanita. Tujuannya adalah untuk mengumumkan kepada masyarakat setempat bahwa seorang gadis asal desa tersebut telah resmi dipersunting oleh pria dari desa lain menjadi pasangan suami-istri yang sah. Hal ini sangat penting dikarenakan seluruh prosesi pernikahan dilaksanakan di kediaman mempelai laki-laki.

Agar jelas terlihat oleh masyarakat yang berdiri di pinggir jalan, pasangan pengantin akan dibalut dengan pakaian adat khas suku sasak. Mempelai pria dan wanita kemudian diarak dengan menggunakan kuda kayu yang dipanggul oleh empat orang pria. Jika tidak, mempelai pria akan berjalan dengan didampingi dua orang pemuda dan dua orang gadis mendampingi mempelai wanita.

Dedare-dedare (gadis-gadis), terune-terune (pemuda), pemuka agama, tokoh masyarakat, beserta kerabat dan sanak saudara mempelai pria turut mengiringi dengan balutan pakaian adat khas suku Sasak. Rombongan juga akan diiringi oleh grup musik tradisional.

Barisan terdepan dari rombongan biasanya akan membawa makanan berupa kue-kue tradisional Lombok serta hasil pertanian dan perkebunan berupa buah dan sayuran. Bawaan tersebut diberikan kepada kedua orang tua mempelai wanita untuk dibagikan kepada tetangga dan anggota keluarganya.

Sebelum iring-iringan pengantin tiba di kediaman mempelai wanita, rombongan kecil yang terdiri dari pemuka adat, pemuka masyarakat, pemuka agama serta sejumlah pendamping akan mendahului untuk melakukan Sorong Serah Aji Krama.

Seremonial ini merupakan upacara serah terima secara adat antara pihak keluarga mempelai pria dan mempelai wanita. Dalam upacara sorong serah ini, rombongan akan menyampaikan secara adat mengenai pernikahan yang telah berlangsung. Acara ini memiliki peraturan tersendiri yang tidak boleh salah dari sisi adat. Tidak jarang iring-iringan pengantin tidak diperbolehkan masuk ke kediaman mempelai wanita karena harus menunggu perdebatan alot yang terjadi dalam upacara sorong serah hingga menemui kata sepakat terlebih dahulu.

Tahapan terakhir dari adalah tibanya kedua mempelai di kediaman pengantin perempuan. Kedua mempelai biasanya akan duduk sebentar di ’ (pelaminan) yang telah disediakan untuk berfoto bersama keluarga dan kerabatnya. Setelah itu, mempelai pria dan wanita akan menyalami kedua orang tuanya serta berjalan menghampiri seluruh keluarga dan kerabat yang hadir.

Uniknya, ada mitos dan kepercayaan yang masih dipegang oleh warga suku Sasak terkait dengan nyongkolan ini. Menurut kepercayaan lama yang masih berkembang dan turun temurun, jika tradisi nyongkolan tidak digelar setelah prosesi akad nikah sang pengantin, maka rumah tangga sang pengantin tersebut biasanya tidak akan bisa bertahan lama atau keturunan dari pasangan pengantin ini biasanya akan terlahir dalam kondisi cacat fisik.

Belum ada yang bisa mengkonfirmasi kebenaran mitos ini, namun yang pasti hingga kini nyongkolan masih terus dilaksanakan dan tak jarang bisa menjadi pemicu utama kemacetan ruas-ruas jalanan di Pulau Lombok.

  1. Bagaimana tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan ?

Pada prinsipnya sama dengan prosesi adat nyongkolan suku sasak di daerah lainnya di belahan pulau Lombok. Namun seiring dengan perkembangan zaman, adat nyongkolan ini, sudah mulai tergeser oleh nilai-nilai tidak moral yang dilakukan oleh para pemuda dan pemudi, misalnya ketika melaksanakan budaya adat nyongkolan atau tradisi nyongkolan, kadangkala dari pemuda dan pemudi goyang – goyangan mengikuti alunan musik yang ditabuh, karena lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu yang menggairahkan para pemuda dan pemudi goyang mengikuti musik yang dimainkan, itu semua caranya sudah keluar dari aturan- aturan adat serta keluar dari nilai- nilai moralitas agama, bahkan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan nyongkolan tersebut cenderung meninggalkan shalat wajib, tentu ini semua sudah melanggar hukum agama. Dan juga ironisnya para pemuda juga mengkonsumsi minuman keras (miras).

2. Bagaimana upaya yang dilakukan tokoh agama dan masyarakat untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan nilai-nilai moral pada tradisi nyongkolan di Kecamatan Kayangan?

Masidep, pembekel adat wet Sesait mengungkapkan bahwa,  pandangan para tokoh agama dan masyarakat tentang budaya nyongkolan adalah bahwa nyongkolan pada dasarnya boleh dan memiliki nilai-nilai sakral untuk mengenalkan sepasang pengantin kepada masyarakat. Dan konflik yang terjadi tercermin pada perubahan adat nyongkolan dan alat musik yang digunakan adalah kecimol, yang tidak sesuai dengan norma-norma yang telah dibuat dan berlaku dan nyongkolan itu adalah syariat agama Islam dan sekiranya para pemuda haruslah mempunyi kode etik dan akhlak sebagai kebutuhan dasar.(#.

Tugas :

Nama       : Faradila Sauban

Kelas       : VIII/1

SMPN       : 1 Kayangan

Tahun Pelajaran 2019/2020

Leave a Reply

Your email address will not be published.

 

kartal escort pendik escort sex hikaye